Untukmu Wahai Para Muslimah
5:09 PM Edit This 0 Comments »
Kriiiing, kriiiiing, kriiiiing…
Pak pos lewat tepat di depan sekumpulan akhwat yang sedang LIQO’ (ngaji), tiba-tiba Pak pos menghampiri mereka “assalamu’alaikum”, “waa’alikumussalam”, jawab akhwat serempak. “afwan, ukhti… ini ada surat untuk mujahidah”, kata pak pos. “ooooh… syukron pak”. “ya.. afwan”, jawab Pak pos singkat, sesingkat beliau mampir ke tempat itu. “assalamu’alaikum” pamit Pak pos. “wa’alaikum salam” jawab jilbaber serempak. Tak sabaran merekapun membuka surat yang baru saja diterimanya.
Bereweeeek, sebuah amplop berwarna pink disobek, lalu seorang murobbiyahpun membacanya, dan mutarobbbiyah khusyu mendengarkannya “assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh“, seuntai kata dari surat itu mulai dibaca. “wa’alaikum salam warahmatullahi wabaraktuhu”, jawab jilbaber lagi-lagi kompak. “ukhti… yang dinantikan syurga“ satu persatu murobbiyah mulai mengalirkan kata-kata surat yang di bacanya.
Ukhti… Besarnya kerudungmu tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu menuju ridho tuhanmu, mungkinkah besarnya kerudungmu hanya digunakan sebagai fashion atau gaya jaman sekarang, atau mungkin kerudung besarmu hanya dijadikan alat perangkap busuk supaya mendapatkan ikhwan yang diidamkan bahkan bisa jadi kerudung besarmu hanya akan dijadikan sebagai identitasmu saja, supaya bisa mendapat gelar akhwat dan dikagumi oleh banyak ikhwan.
Ukhti… tertutupnya tubuhmu Tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu bahkan diri antum sendiri, coba perhatikan sekejap saja, apakah aib saudaramu, teman dekatmu bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi, bukankah kebiasaan buruk seorang perempuan selalu terulang dengan tanpa di sadari melalui ocehan-ocehan kecil sudah membekas semua aib keluargamu, aib sudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manismu.
Ukhti… lembutnya suaramu mungkin selembut sutra bahkan lebih dari pada itu, tapi akankah kelembutan suara antum sama dengan lembutnya kasihmu pada sauadaramu, pada anak-anak jalanan, pada fakir miskin dan pada semua orang yang menginginkan kelembutan dan kasih sayangmu.
Ukhti… lembutnya parasmu tak menjamin selembut hatimu, akankah hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak palestina terlihat gigih berjuang dengan berani menaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa seklaipun dengan tetes darah terakhir, akankah selembut itu hatimu ataukah sebaliknya hatimu sekeras batu yang ogah dan cuek melihat ketertindasan orang lain.
Ukhti… Rajinnya tilawahmu tak menjamin serajin dengan shalat malammu, mungkinkah malam-malammu dilewati dengan rasa rindu menuju tuhanmu dengan bangun di tengah malam dan ditemani dengan butiran-butiran air mata yang jatuh ke tempat sujudmu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan, atau sebaliknya, malammu selalu diselimuti dengan tebalnya selimut setan dan dininabobokan dengan mimpi-mimpi jorokmu bahkan lupa kapan bangun shalat subuh.
Ukhti… Cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan sesama saudaramu dan keluargamu, mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang antum dapatkan, ataukah antum tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh ke dalam lubang yang sangat mengerikan yaitu maksiat.
Ukhti… cantiknya wajahmumu tidak menjamin kecantikan hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan diri antum sendiri, pernahkah antum menyadari bahwa kecantikan yang antum punya hanya titipan ketika muda, apakah sudah tujuh puluh tahun kedepan antum masih terlihat cantik, jangan-jangan kecantikanmu hanya dijadikan perangkap jahat supaya bisa menaklukan hati ikhwan dengan senyuman-senyuman busukmu.
Ukhti… tundukan pandanganmu yang jatuh ke bumi tidak menjamin sama dengan tundukan semangatmu untuk berani menundukan musuh-musuhmu, terlalu banyak musuh yang akan antum hadapi mulai dari musuh-musuh islam sampai musuh hawa nafsu pribadimu yang selalu haus dan lapar terhadap perbuatan jahatmu.
Ukhti… tajamnya tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu terhadap warga sesamamu yang tertindas di palestina, pernahkah antum menangis ketika mujhaid-mujahidah kecil tertembak mati, atau dengan cuek bebek membiarkan begitu saja, pernahkah antum merasakan bagaimana rasanya baerjihad yang dilakukan oleh para mujahidah-mujahidah teladan.
Ukhti… lirikan matamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, coba antum perhatikan dunia sekelilingmu masih banyak teman, saudara bahkan keluarga antum sendiri belum merasakan manisnya islam dan iman mereka belum merasakan apa yang antum rasakan, bisa jadi salah satu dari kleuargamu masih gemar bermaksiat, berpakaian seksi dan berprilaku binatang yang tak karuan, sanggupkah antum menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama apa yang kamu rasakan yaitu betapa lezatnya hidup dalam kemulyaan islam.
Ukhti…tebalnya kerudungmu tidak menjamin setebal imanmu pada sang kholikmu, antum adalah salah satu sasaran setan durjana yang selalu mengintai dari semua penjuru mulai dari depan belakang atas bawah semua setan mengintaimu, imanmu dalam bahaya, hatimu dalam ancaman, tidak akan lama lagi imanmu akan terobrak abrik oleh tipuan setan jika imanmu tidak betul-betul di jaga olehmu, banyak cara yang harus antum lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil dan seharusnya di lakukan sejak dari sekarang, kapan lagi coba?
Ukhti… Putihnya kulitmu tidak menjamin seputih hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan keleuargamu sendiri, masihkah hatimu terpelihara dari berbagai penyakit yang merugikan seperti riya dan sombong, pernahkah antum membanggakan diri ketika kesuksesan dakwah telah diraih dan merasa diri paling wah, merasa diri paling aktif, bahkan merasa diri paling cerdas di atas rata-rata akhwat yang lain, sesombong itukah hatimu, lalu di manakah beningnya hatimu, dan putihnya cintamu.
Ukhti… rajinnya ngajimu tidak menjamin serajin infakmu ke mesjid atau mushola, sadarkah antum kalo kotak-kotak nongkrong di masjid masih terlihat kosong dan menghawatirkan, tidakkah antum memikirkan infaq sedikit saja, bahkan kalaupun infaq, kenapa uang yang paling kecil dan paling lusuh yang antum masukan, maukah antum diberi rizki sepelit itu.
Ukhti… rutinnya halaqahmu tidak menjamin serutin puasa sunnah senin kamis yang antum laksanakan, kejujuran hati tidak bisa di bohongi, kadang semangat fisik begitu bergelora untuk dilaksankan tapi, semangat ruhani tanpa disadari turun drastis, puasa yaumulbithpun terlupakan apalagi puasa senin kamis yang dirasakan terlalu sering dalam seminggu, separah itukah hati antum, makanan fisik yang antum pikirkan dan ternyata ruhiyahpun butuh stok makanan, kita tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya kalau ruhiyah kurang gizi.
bersambung………..
Pak pos lewat tepat di depan sekumpulan akhwat yang sedang LIQO’ (ngaji), tiba-tiba Pak pos menghampiri mereka “assalamu’alaikum”, “waa’alikumussalam”, jawab akhwat serempak. “afwan, ukhti… ini ada surat untuk mujahidah”, kata pak pos. “ooooh… syukron pak”. “ya.. afwan”, jawab Pak pos singkat, sesingkat beliau mampir ke tempat itu. “assalamu’alaikum” pamit Pak pos. “wa’alaikum salam” jawab jilbaber serempak. Tak sabaran merekapun membuka surat yang baru saja diterimanya.
Bereweeeek, sebuah amplop berwarna pink disobek, lalu seorang murobbiyahpun membacanya, dan mutarobbbiyah khusyu mendengarkannya “assalamu’alaikum warahmatullahi wabaraktuh“, seuntai kata dari surat itu mulai dibaca. “wa’alaikum salam warahmatullahi wabaraktuhu”, jawab jilbaber lagi-lagi kompak. “ukhti… yang dinantikan syurga“ satu persatu murobbiyah mulai mengalirkan kata-kata surat yang di bacanya.
Ukhti… Besarnya kerudungmu tidak menjamin sama dengan besarnya semangat jihadmu menuju ridho tuhanmu, mungkinkah besarnya kerudungmu hanya digunakan sebagai fashion atau gaya jaman sekarang, atau mungkin kerudung besarmu hanya dijadikan alat perangkap busuk supaya mendapatkan ikhwan yang diidamkan bahkan bisa jadi kerudung besarmu hanya akan dijadikan sebagai identitasmu saja, supaya bisa mendapat gelar akhwat dan dikagumi oleh banyak ikhwan.
Ukhti… tertutupnya tubuhmu Tidak menjamin bisa menutupi aib saudaramu, keluargamu bahkan diri antum sendiri, coba perhatikan sekejap saja, apakah aib saudaramu, teman dekatmu bahkan keluargamu sendiri sudah tertutupi, bukankah kebiasaan buruk seorang perempuan selalu terulang dengan tanpa di sadari melalui ocehan-ocehan kecil sudah membekas semua aib keluargamu, aib sudaramu, bahkan aib teman dekatmu melalui lisan manismu.
Ukhti… lembutnya suaramu mungkin selembut sutra bahkan lebih dari pada itu, tapi akankah kelembutan suara antum sama dengan lembutnya kasihmu pada sauadaramu, pada anak-anak jalanan, pada fakir miskin dan pada semua orang yang menginginkan kelembutan dan kasih sayangmu.
Ukhti… lembutnya parasmu tak menjamin selembut hatimu, akankah hatimu selembut salju yang mudah meleleh dan mudah terketuk ketika melihat segerombolan anak-anak palestina terlihat gigih berjuang dengan berani menaruhkan jiwa dan raga bahkan nyawa seklaipun dengan tetes darah terakhir, akankah selembut itu hatimu ataukah sebaliknya hatimu sekeras batu yang ogah dan cuek melihat ketertindasan orang lain.
Ukhti… Rajinnya tilawahmu tak menjamin serajin dengan shalat malammu, mungkinkah malam-malammu dilewati dengan rasa rindu menuju tuhanmu dengan bangun di tengah malam dan ditemani dengan butiran-butiran air mata yang jatuh ke tempat sujudmu serta lantunan tilawah yang tak henti-hentinya berucap membuat setan terbirit-birit lari ketakutan, atau sebaliknya, malammu selalu diselimuti dengan tebalnya selimut setan dan dininabobokan dengan mimpi-mimpi jorokmu bahkan lupa kapan bangun shalat subuh.
Ukhti… Cerdasnya dirimu tak menjamin bisa mencerdaskan sesama saudaramu dan keluargamu, mungkinkah temanmu bisa ikut bergembira menikmati ilmu-ilmunya seperti yang antum dapatkan, ataukah antum tidak peduli sama sekali akan kecerdasan temanmu, saudaramu bahkan keluargamu, sehingga membiarkannya begitu saja sampai mereka jatuh ke dalam lubang yang sangat mengerikan yaitu maksiat.
Ukhti… cantiknya wajahmumu tidak menjamin kecantikan hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan diri antum sendiri, pernahkah antum menyadari bahwa kecantikan yang antum punya hanya titipan ketika muda, apakah sudah tujuh puluh tahun kedepan antum masih terlihat cantik, jangan-jangan kecantikanmu hanya dijadikan perangkap jahat supaya bisa menaklukan hati ikhwan dengan senyuman-senyuman busukmu.
Ukhti… tundukan pandanganmu yang jatuh ke bumi tidak menjamin sama dengan tundukan semangatmu untuk berani menundukan musuh-musuhmu, terlalu banyak musuh yang akan antum hadapi mulai dari musuh-musuh islam sampai musuh hawa nafsu pribadimu yang selalu haus dan lapar terhadap perbuatan jahatmu.
Ukhti… tajamnya tatapanmu yang menusuk hati, menggoda jiwa tidak menjamin sama dengan tajamnya kepekaan dirimu terhadap warga sesamamu yang tertindas di palestina, pernahkah antum menangis ketika mujhaid-mujahidah kecil tertembak mati, atau dengan cuek bebek membiarkan begitu saja, pernahkah antum merasakan bagaimana rasanya baerjihad yang dilakukan oleh para mujahidah-mujahidah teladan.
Ukhti… lirikan matamu yang menggetarkan jiwa tidak menjamin dapat menggetarkan hati saudaramu yang senang bermaksiat, coba antum perhatikan dunia sekelilingmu masih banyak teman, saudara bahkan keluarga antum sendiri belum merasakan manisnya islam dan iman mereka belum merasakan apa yang antum rasakan, bisa jadi salah satu dari kleuargamu masih gemar bermaksiat, berpakaian seksi dan berprilaku binatang yang tak karuan, sanggupkah antum menggetarkan hati-hati mereka supaya mereka bisa merasakan sama apa yang kamu rasakan yaitu betapa lezatnya hidup dalam kemulyaan islam.
Ukhti…tebalnya kerudungmu tidak menjamin setebal imanmu pada sang kholikmu, antum adalah salah satu sasaran setan durjana yang selalu mengintai dari semua penjuru mulai dari depan belakang atas bawah semua setan mengintaimu, imanmu dalam bahaya, hatimu dalam ancaman, tidak akan lama lagi imanmu akan terobrak abrik oleh tipuan setan jika imanmu tidak betul-betul di jaga olehmu, banyak cara yang harus antum lakukan mulai dari diri sendiri, dari yang paling kecil dan seharusnya di lakukan sejak dari sekarang, kapan lagi coba?
Ukhti… Putihnya kulitmu tidak menjamin seputih hatimu terhadap saudaramu, temanmu bahkan keleuargamu sendiri, masihkah hatimu terpelihara dari berbagai penyakit yang merugikan seperti riya dan sombong, pernahkah antum membanggakan diri ketika kesuksesan dakwah telah diraih dan merasa diri paling wah, merasa diri paling aktif, bahkan merasa diri paling cerdas di atas rata-rata akhwat yang lain, sesombong itukah hatimu, lalu di manakah beningnya hatimu, dan putihnya cintamu.
Ukhti… rajinnya ngajimu tidak menjamin serajin infakmu ke mesjid atau mushola, sadarkah antum kalo kotak-kotak nongkrong di masjid masih terlihat kosong dan menghawatirkan, tidakkah antum memikirkan infaq sedikit saja, bahkan kalaupun infaq, kenapa uang yang paling kecil dan paling lusuh yang antum masukan, maukah antum diberi rizki sepelit itu.
Ukhti… rutinnya halaqahmu tidak menjamin serutin puasa sunnah senin kamis yang antum laksanakan, kejujuran hati tidak bisa di bohongi, kadang semangat fisik begitu bergelora untuk dilaksankan tapi, semangat ruhani tanpa disadari turun drastis, puasa yaumulbithpun terlupakan apalagi puasa senin kamis yang dirasakan terlalu sering dalam seminggu, separah itukah hati antum, makanan fisik yang antum pikirkan dan ternyata ruhiyahpun butuh stok makanan, kita tidak pernah memikirkan bagaimana akibatnya kalau ruhiyah kurang gizi.
bersambung………..
0 comments:
Post a Comment